KEDIRI - Kasus dugaan korupsi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di lingkup Dinas Sosial (Dinsos) Kota Kediri yang saat ini tangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri naik status dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Sesuai sprindik nomor : 02/M.5.13/FD.1/01/2022 pada tanggal 5 Januari 2022 terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana bantuan sosial berupa BPNT yang dilakukan oleh oknum Dinas Sosial Kota Kediri dan pendamping di Kota Kediri tahun anggaran 2020-2021.
"Kasus BPNT statusnya naik dari penyelidikan ke penyidikan, namun belum ada penetapan tersangkanya, ”ujar Harry Rahmat, S.H, M.H selaku Kasi Intel Kejari Kota Kediri saat memberikan keterangan pers di kantornya, Senin ( 10/1/2022) siang.
Harry menegaskan, dalam kasus korupsi BPNT ini kuat dugaan adanya permintaan fee atau gratifikasi kepada supplier komoditi barang. Seperti, beras, telur dan kacang-kacangan.
"Pihaknya sudah memeriksa puluhan saksi, baik dari Dinsos Kota Kediri, pendamping, supplier barang, pengelola e-warung dan Keluarga Penerima Manfaat (KPM), " ucapnya.
Lanjut Harry bahwa hasil pemeriksaan Tim Kejaksaan ada tiga supplier yang memenuhi kebutuhan komoditi kepada e-warung, dimana BPNT tiap KPM mendapatkan bantuan sebesar Rp 200 ribu per bulan yang diwujudkan berupa kebutuhan pokok melalui e-warung tersebut.
"Modusnya dugaan kuat oknum dari Dinas Sosial Kota Kediri dan pendamping meminta sejumlah uang atau fee kepada supplier yang menyalurkan kebutuhan bahan pokok berupa beras, telur, kacang, sayur dan buah-buahan, " urainya.
Mantan Kasi Intel Kejaksaan Jombang ini menuturkan bahwa mereka meminta uang pada setiap kali penyaluran. Yang kita dalami tahun 2020-2021. Awalnya bulan Agustus 2020 sampai dengan September 2021.
"Penyaluran BNPT seharusnya dilakukan setiap bulan, tapi ada juga yang dirapel hingga dua sampai tiga bulan, " terangnya.
Pihaknya sudah melakukan gelar perkara dan kasus ini dapat dinaikkan ke penyidikan. "Untuk oknum dari Dinas Sosial Kota Kediri dan pendamping masih didalami, belum ada status tersangka dalam perkara ini, " jlentrehnya.
Harry juga menambahkan, keberadaan e-warung di wilayah Kota Kediri ada 34. Sementara supplier atau pemasok barang komoditi hanya tiga.
"Jadi kasus BPNT ini bukan kerugian negara tapi oknum Dinsos dan pendamping meminta fee kepada supplier. Jadi istilahnya gratifikasi yang diterima oleh oknum-oknum tersebut. Mereka minta uang fee digunakan untuk kebutuhan pribadi, " tutup Harry.
Terpisah, Triyono Kutut selaku Kepala Dinas Sosial Kota Kediri saat dikonfirmasi melalui WhatsApp terkait kasus oknum ASN dan pendamping BPNT diduga meminta fee atau komisi kepada supplier. Kutut menjawab masih dalam proses. "Coba panjenengan ke Kejaksaan saja, " jawab Kutut singkat. (prijo)